TOPENG-TOPENG
TOPENG-TOPENG
Oleh:
Sutri Winurati,
S.S
Assalamualaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh, salam selalu sehat dan semangat produktif berkarya.
Hari
ke 19 di bulan Februari 2021 untuk mengikuti lomba blog Ikatan
Guru TIK PGRI.
Tahun 2013 story teller yang kumiliki adalah Rahmat Agung
Hidayat dimana tahun sebelumnya adalah Achmad Iqbal Rizky Firmansyah yang biasa
kami panggil Ping-ping. Di tahun 2014 Rahmat kembali yang terpilih. Aku yakin
dia semakin percaya diri dan semakin mudah untuk diarahkan menjadi yang terbaik.
Rahmat adalah putra teman mengajarku waktu itu. Kebetulan sekali ternyata dia
juga kompeten ketika aku membutuhkan dia untuk mewakili SMP Negeri 2 Sukodono, Sidoarjo.
Motivasi yang sangat besar dari kedua orang tuanya menjadikannya sukses untuk
terpilih menjadi yang terbaik di sekolah. Aku dan suami tidak pandang bulu
latar belakang seorang peserta didik. Siapa yang dibelakangnya tidak kami
lihat, yang penting dia kompeten dan bisa mengikuti arahan yang kami berikan.
Sebenarnya dia adalah anak yang manja dengan orang tuanya
karena hanya anak laki-laki satu-satunya di rumah. Tetapi dengan gemblengan
kami, dia lambat laun, pelan tapi pasti dia bisa berubah mengikuti dengan proses
yang kita lampaui bersama. Pada saat proses latihan yang hampir setiap hari,
dia mengeluh di suatu hari, “Ma’am, saya sakit batuk. Uhuk…Uhuk….”. Sumiku menjawabnya, “Silahkan istirahat dulu
di rumah, sementara tidak usah latihan dulu”. Kami pun memotivasinya untuk
tidak memforsir suara sementara di rumah, tetapi harus tetap memahami isi
cerita yang akan diceritakan. “Hafal dan pahami lebih dalam semua cerita yang
akan kamu ceritakan”, tambahku.
Waktu semakin dekat untuk lomba seleksi FLS2N cabang
story telling di Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo. Rahmat sudah istirahat
beberapa hari. Waktunya untuk drilling kembali. Manjanya muncul kembali, “Ma’am
saya masih batuk, Uhuk…Uhuk…”. Sebenarnya dari hati kecilku tidak tega untuk
ngedril latihan yang luar biasa. Tetapi suamiku sangat tegas, karena target
yang diinginkan adalah bisa meang di Kabupaten dan wakili Sidoarjo menuju
Propinsi. Jawab suamiku, “Insyaallah kamu akan baik-baik saja Mat…”. Dia pun menjawab
dengan ragu, “Iya, Om…”. Tambah suamiku, “Suaramu akan menyesuaikan dengan apa
usahamu sekarang”. Akhirnya dia semakin yakin dengan apa yang akan dilakukan
kembali. Latihan setiap hari dan apa yang akan terjadi?, semua menjadi lebih
baik. Sayang sekali apabila dia tidak mengejar maksimal dengan potensi yang dia
punya.
Target
juara 1 Kabupaten pasti dia bisa dapatkan karena potensi itu ada dari proses
belajar dan berlatih selama di sekolah. Property yang dibuatkan suamiku untuk
dia sungguh luar biasa. Cerita local yang dipersembahkan adalah Sarip Tambak
Oso. Cerita yang sangat mirip dengan cerita Robin Hood ini menjadi pilihan
cerita pertama. nya. Sarip adalah pemuda yang tinggal di Timur Sedati, Sidoarjo.
Dia dikenal sebagai seorang pendekar
yang bertemperamen kasar tetapi sangat perhatian pada penderitaan orang-orang
miskin yang menjadi korban pemungutan pajak oleh Belanda. Sarip Tambak Oso
memiliki ikatan batin dengan ibunya, seorang janda tua yang miskin. Ketika
masih kecil Sarip Tambak Oso memakan “lemah abang” (Tanah Merah) bersama
ibunya. Lemah Abang tersebut adalah pemberian ayahnya. Selama ibunya masih
hidup, Sarip tidak akan pernah bisa mati meski dia terbunuh 1000x dalam sehari.
Setiap ibunya merintih, Sarip selalu bangun lagi ketika dia sudah mati.
Tetapi polisi Belanda tahu kalau
ibunya adalah kelemahannya, sehingga ibunya dibunuh oleh polisi Belanda. Semenjak
ibunya mati, maka Sarip pun dibunuh polisi Belanda. Seorang Pahlawan akhirnya kalah
oleh kelicikan dan ketamakan. Tapi pesan
moral yang bisa kita ambil dari cerita tersebut adalah seorang ibu pastilah
memiliki ikatan kuat kepada anaknya, sehingga kita harus menghormati ibu karena
do’a yang utama ada pada Ibu.
Alangkah bagusnya cerita ini, sehingga kami berfikir dan berdiskusi property apa yang pantas dan bisa digunakan Rahmat untuk lomba nantinya. Aku menyarankan, “Pah, pakai wayang saja untuk menggambarkan tiap karakter yang diceritakannya”. Suamiku merespon, “Wayang itu sudah biasa, udah pakai topeng saja, nanti karakternya dikuati pakai cat”. Akhirnya topeng-topeng karakter tersebut jadi dan dibuatkan standing pole, yang digunakan untuk tempat mencantolkan topeng tersebut.
Penampilan yang luar biasa kita tunggu pada moment berproses setiap hari. Tidak akan puas pada latihan terakhir itu adalah motto kami. Sehingga progress tersebut harus tambah dan tambah. Semakin latihan pasti semakin sempurna. Itu pegangan atau kunci menjadi yang terbaik.
Sutri Winurati, S. S.
SMP Negeri 2 Sukodono, Sidoarjo
Komentar
Posting Komentar