MARKAMAH
MARKAMAH
Oleh:
Sutri Winurati,
S.S
Assalamualaikum
Warohmatullahi Wabarokatuh, salam selalu sehat dan semangat produktif berkarya.
Hari
ke 24 di bulan Februari 2021 untuk mengikuti lomba blog
Ikatan Guru TIK PGRI.
Anak didikku lebih semangat untuk berlatih mereka sudah
tenang karena aku sudah benar-benar ditempatkan di SMPN 2 Sukodono Sidoarjo. Teater
Sang Gendang akan bergulir ke provinsi Jawa Timur. Kali ini Isa tidak kita ajak
karena Banyuwangi sangat jauh apabila ditempuh dari Sidoarjo. Sehingga kita
semua memutuskan dia tinggal di Sidoarjo. Ada 2 pemain yang kita gantikan pada
saat itu. Isa dengan pertimbangan kasihan karena terlalu jauh dan Arya karena
dia mutasi ke SMP Negeri lain. Kebijakan kepala sekolah juga untuk Arya karena
sudah bukan murid SMP Negeri 2 Sukodono.
Ceritanya berganti bukan lagi Calon Arang yang kita berikan di panggung PSP Jawa Timur tetapi
Markamah Sang Kembang Klaras. Naskah tersebut merupakan bentuk visualisasi dari
Penulisan Essay Sejarah tahun 2011. Kebetulan essay tersebut masuk 10 besar
Provinsi Jawa Timur dan divisualkan di Taman Budaya dan juga mendapatkan
kategori 5 penyaji terbaik. Penulisnya adalah Achmad Pujilaksana pelatih teater
di TSG. Kali ini ceritanya sedikit dirubah karena melibatkan riwehnya dapur
umum ketika persiapan berperang melawan Belanda. Para wanita yang mempersiapkan
makanan untuk para santri yang pergi berperang menjadi bahan perbicangan ketika
mereka masak.
Mereka juga ingin ikut berperang, tetapi mereka merasa
kurang memiliki nyali. Mereka menjadi bahan tertawaan oleh para lelaki yang
mempersiapkan berperang dengan latihan. Sampai Markamah datang dan melerai
mereka. Markamah adalah putri Kyai Khasan Mukmin dari Sumantoro Sidoarjo. Perlawanan itu disebabkan
oleh pajak yang semakin mencekik, dan biaya sewa tanah untuk ditanami tebu yang
murah, belum lagi kerja paksa saat musim giling tebu di pabrik gula yang diberi
bayaran tak seberapa. Putri Kyai Khasan Mukmin ikut melawan
atas restu dari ayahnya yang sebelumnya enggan untuk memberikan ijin. Akhirnya
Markamah dan Kyai Khasan Mukmin memimpin pasukan santri dari Sumantoro menuju
Keboan Pasar Gedangan tepat di hari ke 12 bulan Maulud. Pertempuran yang tidak
seimbang akhirnya pasukan Kyai Khasan Mukmin mundur ke Sumantoro dan Kyai
Khasan Mukmin tertembak. Markamah dan keturunan Kyai menjadi buronan tentara
Hindia Belanda. Sehingga Markamah dikabarkan Muksa atau menghilang.
Lima pemeran perempuan yang bergerak di dapur umum
Sekilas cerita Markamah Sang Kembang Klaras telah
menggambarkan jiwa Nasionalisme yang dicontohkan oleh Kyai Khasan Mukmin,
Markamah dan para santri. Latihan yang sungguh luar biasa didedikasikan untuk
menuju Provinsi kali ini. Kita menggunakan klaras sebagai pemanfaatan daun
pisang kering yang tidak terpakai. Padahal di desa Plumbungan mitos tentang
pemakaian simbul klaras sangat kental. Tidak akan ada warganya yang berani
untuk menggunakan klaras sebagai asesoris atau umbul-umbul sebagai property panggung.
Karena warga Plumbungan Sumantoro percaya Kyai Khasan Mukmin mampu terbang di
atas pelepah daun pisang kering yang disebut klaras.
Kemala sebagai Markamah dan Rizky sebagai Kyai Khasan Mukmin
Kami memerankan dan menggunakan klaras niatnya hanya
untuk melestarikan budaya yang kita punya tidak lebih. Tetapi ada kejadian unik
yang dialami salah satu pemain. Ketika semua mencari klaras, kaki Mediana
terkena duri dari ranting bambu sampai terjadi infeksi dan dioperasi. Tetapi
dengan keinginan yang kuat untuk menjadi yang terbaik, semua itu bisa kita
lalui dengan sangat baik.
Setting panggung yang kita tata pada saat itu, para
pemain berperan di atas terpal coklat yang di atasnya di tempel klaras. Pada
awalnya mereka tidak terbiasa dengan panggung yang terseting demikian, sehingga
permainan mereka tidak maksimal. “Om, Ma’am kaki ku sakit ketika bergerak di
atas terpal”, salah satu dari mereka mengeluh. Karena setting panggung itu
sudah ditata sedemikiannya, sehingga sutaradara memaksa semua pemain menyesuaikannya.
“Ini adalah bagian dari permainanmu di atas panggung silahkan menyesuaikan
dengan cara mu masing-masing”, kata Om (suamiku). “Kalau perlu tidur dan
nikmati terpal beserta klaras itu di tubuh kalian”, tambahnya. Totalitas itu
yang kita butuhkan. Bermain maksimal tanpa beban akan menghasilkan penampilan
yang maksimal pula.
Kami berangkat bersama kontingan Dinas Pendidikan Dan
Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo. Rasa haru, senang campur aduk jadi satu. Mimpi
menjadi juara 1 harus terbukti. Berdo’a, berusaha maksimal, tidak puas dengan
latihan terakhir adalah kuncinya. Perlengkapan yang kami bawapun juga lumayan
banyak. Antara lain gamelan dan juga property panggung yang cukup memakan
tempat, sehingga kita menggandeng Bapak Muhamad Wisnuwardana, S. Pd. sebagai koordinator perlengkapan. Tanpa beliau kami
juga bukanlah siapa-siapa.
Truk
yang membawa property dan juga gamelan waktu itu
Kami tidur di SMP Negeri 1 Giri Banyuwangi. Walaupun kami
tidur di kelas, tetapi kelasnya sangat representative karena ada AC dan juga
bisa tidur di atas bangku atau di lantai yang semua dilapisi oleh tikar. Dengan
keyakinan yang kuat ternyata kita dinobatkan menjadi juara 1 Jawa Tumur dan
juga mendapatkan kategori Sutradara Terbaik. Prestasi yang luar biasa untuk
ekstra teater walaupun sebelum-sebelumnya juga mengantongi piala dari Provinsi.
Ajang PSP adalah ajang prestis di Provinsi Jawa Timur.
Penerimaan Piala Sutradara Terbaik Teater Tradisional PSP Jawa Timur
nomor
2 dari kiri tahun 2015
Setelah menerima 2 piala dari Provinsi Jawa Timur
Rasa capek yang terbayarkan. Tidak sia-sia semua yang
dilakukan. Kerja keras tim yang luar biasa dapat membawa 2 pialah sekaligus.
Piala bukanlah berhala tetapi alat cambuk kita untuk selalu berkarya,
berinovatif dan kreatif. Salam budaya!!!
SUTRI WINURATI, S. S.
SMP NEGERI 2 SUKODONO SIDOARJO
Komentar
Posting Komentar